PENGENALAN RAMBU-RAMBU
DAN
MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA
SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU
TERTIB BERLALU LINTAS
Pendahuluan
Transportasi yang terdiri dari transportasi darat, laut dan udara mengemban fungsi penting untuk pelayanan publik dalam skala domestic maupun internasional. Bagi Bangsa Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, transportasi lebih
berfungsi sebagai
pemersatu wilayah
di dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam bidang ekonomi, transportasi berfungsi sebagai sarana
yang dapat mempercepat pencapaian tujuan dalam rangka mendukung
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa tranportasi yang cukup dan memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana pendukung
tidak dapat diharapkan
tercapai hasil yang
memuaskan dalam usaha
mengembangkan
ekonomi dari suatu Negara. Untuk tiap perkembangan
ekonomi dari suatu Negara diperlukan kapasitas angkutan yang optimum. Namun perlu diperhatikan bahwa penentuan kapasitas transportasi dan investasinya
bukan hal yang mudah dilakukan.
Hal itulah yang terjadi di Indonesia, besarnya jumlah penduduk dengan
sebaran yang tidak merata menjadikan pengaturan lalu lintas sangat rumit. Transportasi yang diharapkan menjadi sarana mempercepat pembangunan justru dapat menjadi penghambat. Hal ini karena sistem tranportasi yang
kurang baik justru menyebabkan angka kecelakaan semakin meningkat. Secara
nasional,
kerugian akibat kecelakaan lalu lintas diperkirakan mencapai 2,9-3 persen secara
total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2010, atau setara Rp
205-220 triliun dengan total PDB Rp 7.000 triliun (neraca.co.id).
Tingginya angka kecelakaan ini seiring
dengan pertambahan jumlah kendaraaan bermotor roda dua di Indonesia yang mencapai 24-30% dalam satu
tahun, menjadi salah satu indikator tingginya kecelakaan lalu lintas di Indonesia.
Bahkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa
kecelakaan lalu lintas menduduki
urutan ke dua, setelah penyakit TBC sebagai pembunuh utama yang terjadi di Indonesia. Data Kepolisian Republik Indonesia menyebutkan bahwa
sepanjang
tahun lalu, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 31.234 jiwa dimana persentase
kecelakaan lebih dari 67% disebabkan oleh kendaraan roda dua.
Namun hal ini tidak semata-mata kesalahan terletak pada pengendara roda dua. Keterbatasan angkutan umum yang
nyaman dan memadai patut diduga ikut serta
menyumbang tingginya angka kecelakaan. Berdasarkan hasil survei Masyarakat
Transportasi
Indonesia (MTI) dalam lima tahun terakhir menunjukkan angkutan umum 20% -
50% tidak layak operasi karena faktor
keselamatan dan kenyamanan yang rendah. Selain itu, kondisi fisik kendaraan
termasuk mesin kendaraan dalam kondisi tidak baik (Danang
Parikesit, 2012). Bahkan survey yang dilakukan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menemukan 70% angkutan umum
tidak layak (2012).
Oleh karena itu masyarakat lebih memilih kendaraan roda
dua, yang
dianggap lebih murah dengan jangkauan
yang cukup
luas.
Hal
ini
cukup beralasan, hasil survey yang
dilakukan Kompas menyebutkan bahwa selisih biaya untuk
transportasi antara angkutan umum dan sepeda motor
untuk wilayah DKI Jakarta
dapat mencapai 900 ribu/bulan. Penyebab utamanya adalah sistem
transportasi yang tidak terintegrasi secara baik, sehingga perlu
banyak
biaya
untuk mencapai tujuan. Karenanya
wajar
jika
jumlah angka penjualan sepeda
motor semakin meningkat, seiring harga sepeda motor secara relatif terjangkau,
selain itu juga karena uang
muka dan cicilannya sangat rendah, atau alasan yang paling akhir dan yang paling penting adalah karena sepeda motor
merupakan
sarana transportasi yang
paling murah.
Berdasarkan
data Kementerian Perhubungan
(2011)
jumlah kendaraan
roda dua hingga tahun 2010 mencapai 71,44 % dari jumlah total kendaraan bermotor
sebesar
315.497.156. Sementara Angka penjualan sepeda
motor
pada tahun 2009 mencapai 5.851.962
unit. Tahun sebelumnya, angka penjualan sepeda motor
mencapai
6.215.865 unit,
yang merupakan angka
terbesar sepanjang sejarah.
Namun disayangkan, tingginya penggunaan sepeda motor
sebagai alat
transportasi utama masyarakat
tidak
diiringi dengan kemampuan,
kesadaran berlalu lintas yang menyebabkan kecelakaan kendaraan roda
sebagai penyumbang
tertinggi angka
kecelakaan. Kepolisian Negara Republik Indonesia
menyatakan
sepanjang tahun 2012 kasus laka lantas yang
melibatkan sepeda motor 9.595 unit,
angkutan kota (angkot) sebanyak 1.357 unit, bus kota
207 unit, mobil barang sebanyak 443 unit. Sebanyak 1.547 jiwa meninggal dunia akibat korban
kecelakaan lalu lintas (laka lantas) di seluruh Indonesia
sejak awal Januari 2012.
Adapun penyebab
utamanya berdasarkan sebuah penelitian menyebutkan,
bahwa faktor
pengemudi
merupakan faktor
penyebab kecelakaan yang paling besar pengaruhnya, sedangkan faktor lingkungan dan konstruksi kendaraan tidak
terlalu signifikan. Oleh karena
itu
perlu dilakukan upaya-upaya untuk dapat
mengurangi jumlah
dan tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan melalui pengenalan
rambu-rambu, marka dan undang-undang lalu lintas agar
terbentuk kesadaran dan
perilaku tertib berlalu lintas, karena bagaimanapun kendaraan roda adalah alat transportasi yang paling banyak digunakan
oleh masyarakat.
Rambu-Rambu Lalu Lintas
Menurut Keputuan
Menteri Perhubungan
No. KM 61 tahun 1993 Tentang
Rambu-rambu Lalu Lintas di Jalan, rambu lalu lintas adalah salah satu alat perlengkapan
jalan dalam bentuk tertentu yang memuat lambang,
huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan
di antaranya, yang
digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai jalan. Rambu lalu lintas dibuat untuk menciptakan kelancaran,
keteraturan dan keselamatan dalam berkendara. Marka
jalan dan rambu - rambu merupakan obyek untuk menyampaikan
informasi atau perintah maupun petunjuk bagi pemakai
jalan.
Berdasarkan
jenis dan funginya, maka rambu - rambu lalu
lintas dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Peringatan
Rambu peringatan digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan ada
bahaya atau tempat berbahaya di bagian jalan didepannya. Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya pada jarak 50 meter atau pada jarak
tertentu sebelum tempat bahaya dengan memperhatikan kondisi lalu lintas, cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geografis,
geometris,
dan permukaan jalan.
Bentuk rambu peringatan adalah
bujur
sangkar dan empat
peregi panjang. Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang
atau
tulisan berwarna hitam. Rambu
peringatan dapat dilengkapi
dengan papan tambahan. Jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang berbahaya, dapat dinyatakan dengan papan tambahan apabila jarak antara rambu dan permulaan bagian jalan yang
berbahaya tersebut tidak dapat diduga
oleh pemakai jalan dan tidak sesuai dengan keadaan biasa.
Adapun jumlah
rambu peringatan sesuai dengan Keputuan
Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 70 macam, mulai dari peringatan tikungan
ke kiri sampai Peringatan Bahaya Tanah Longsor.
2. Larangan
Rambu larangan digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh
pemakai jalan. Rambu larangan ditempatkan sedekat mungkin
dengan titik larangan
dimulai. Untuk
memberikan petunjuk pendahuluan pada pemakai jalan dapat ditempatkan rambu petunjuk lain pada
jarak yang layak
sebelum
titik larangan dimulai.
Rambu
larangan dapat dilengkapi dengan papan tambahan.
Bentuk
rambu larangan dapat berupa segi delapan sama sisi, segitiga
sama sisi dengan titik-titik sudutnya dibulatkan, silang
dengan ujung- ujungnya diruncingkan, lingkaran dan empat persegi panjang. Adapun warna
dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam
atau
merah.
Adapun jumlah
rambu peringatan sesuai dengan Keputuan
Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 49 macam, mulai dari Larangan
Berjalan Terus (STOP)
sampai Dilarang
Mendahului Dari Sebelah
Kiri.
3. Perintah
Rambu perintah digunakan untuk menyatakan perintah yang
wajib dilakukan
oleh pemakai jalan.
Rambu perintah wajib
ditempatkan sedekat mungkin
dengan
titik
kewajiban
dimulai. Untuk memberikan petunjuk pendahuluan
pada pemakai
jalan dapat ditempatkan
rambu petunjuk pada jarak yang
layak sebelum titik kewajiban dimulai. Rambu perintah juga
dapat dilengkapi dengan papan tambahan. Warna dasar rambu perintah berwarna biru
dengan lambang atau tulisan berwarna
putih serta merah untuk garis serong sebagai batas
akhir
perintah.
Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I adalah 22 macam, mulai dari
Perintah
Mengikuti Arah Kiri sampai
Batas
Akhir Memakai Rantai
Pada Ban
4. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk digunakan
untuk menyatakan
petunjuk
mengenai jurusan, jalan, situasi, kota,
tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. Rambu petunjuk ditempatkan sedemikian rupa
sehingga mempunyai
daya
guna sebesar- besarnya dengan
memperhatikan keadaan jalan
dan
kondisi lalu lintas.
Rambu petunjuk
dapat diulangi dengan ketentuan
jarak antara rambu dan objek yang dinyatakan pada rambu tersebut dapat
dinyatakan dengan
papan tambahan.
Rambu petunjuk yang
menyatakan tempat
fasilitas umum,
batas
wilayah suatu daerah, situasi jalan, dan rambu berupa
kata-kata serta tempat
khusus dinyatakan dengan warna dasar biru. Rambu petunjuk pendahuluan
jurusan rambu petunjuk jurusan dan rambu penegas jurusan yang menyatakan
petunjuk arah untuk mencapai tujuan antara
lain kota, daerah/ wilayah serta
rambu yang menyatakan nama
jalan di nyatakan dengan warna
dasar hijau dengan lambang dan/atau tulisan warna putih. Khusus rambu petunjuk jurusan
kawasan dan objek wisata dinyatakan dengan warna dasar coklat dengan lambang dan/atau
tulisan warna putih.
Adapun
jumlah rambu peringatan
sesuai dengan
Keputuan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 lampiran I
adalah 64 macam, mulai dari
petunjuk Persimpangan
Jalan sampai Nama Jalan.
Secara keseluruhan jumlah rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan Keputuan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 adalah 205 macam. Hal ini tentu akan sulit bagi pengendara untuk menghafalnya. Namun berdasarkan
|
|
|

|
|

Gambar 1. Rambu-Rambu Lalu Lintas yang Sering DiLanggar
Marka Jalan
Keputuan
Menteri Perhubungan No. KM 60
tahun 1993, menyebutkan bahwa marka adalah suatu
tanda yang berada di
permukaan jalan atau di atas jalan
yang meliputi peralatan atau tanda garis membujur,
melintang, garis
serong,
serta
lambang lainnya yang
berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas yang membatasi daerah kepentingan lalu
lintas. Berdasarkan
fungsinya marka dibedakan menjadi marka membujur,
melintang, serong, marka
lambang dan marka lainnya.

Gambar 2. Jenis Marka Jalan
Marka Membujur adalah tanda yang sejajar dengan sumbu
jalan; Marka Melintang adalah tanda yang tegak
lurus terhadap
sumbu Jalan; Marka Serong
adalah tanda yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian
marka membujur atau marka
melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan; dan Marka Lambang
adalah tanda yang mengandung
arti tertentu, untuk menyatakan peringatan, perintah
dan larangan
untuk melengkapi atau menegaskan maksud yang telah disampaikan oleh
rambu atau tanda lalu lintas lainnya.
Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi
kendaraan melintasi garis tersebut. Marka
membujur berupa satu garis utuh
dipergunakan juga untuk
menandakan tepi jalur
lalu lintas. Pada bagian ruas jalan
tertentu yang
menurut pertimbangan teknis dan/atau
keselamatan lalu lintas, dapat digunakan garis ganda yang terdiri dari garis utuh
dan garis putus-putus atau garis ganda yang terdiri dari
dua
garis utuh.
Marka membujur berupa garis putus-putus berfungsi sebagai mengarahkan
lalu lintas, memperingatkan akan ada marka membujur berupa garis utuh di depan
dan
pembatas jalur pada jalan 2 (dua) arah. Apabila marka membujur berupa
garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis putus-putus maka lalu lintas yang
berada pada sisi
garis
putus-putus
dapat melintasi garis
ganda tersebut
sedangkan lalu lintas yang berada pada sisi garis utuh dilarang melintasi garis
ganda tersebut.

Gambar 3. Jenis-Jenis Marka Membujur
Marka
melintang berupa garis utuh menyatakan batas berhenti kendaraan yang diwajibkan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas atau rambu larangan. Marka melintang berupa garis ganda putus-putus menyatakan batas berhenti kendaraan
sewaktu mendahulukan
kendaraan lain, yang diwajibkan oleh rambu larangan.
Marka melintang apabila tidak
dilengkapi
dengan rambu
larangan, harus
didahului dengan marka lambang berupa segi tiga yang
salah satu alasnya sejajar dengan marka melintang tersebut.
Gambar 4. Jenis-Jenis Marka Melintang
Marka serong berupa
garis
utuh
dilarang dilintasi kendaraan. Marka
serong untuk menyatakan pemberitahuan awal atau akhir pemisah jalan, pengarah
utuh digunakan untuk menyatakan daerah yang tidak boleh dimasuki kendaraan, pemberitahuan awal sudah mendekati pulau lalu lintas.
Marka
serong yang
dibatasi dengan garis putus-putus digunakan
untuk menyatakan
kendaraan
tidak
boleh memasuki daerah tersebut
sampai mendapat kepastian
selamat.

Gambar 5.
Jenis-Jenis Marka Serong
Marka lambang
berupa panah, segitiga, atau tulisan, dipergunakan untuk mengulangi maksud rambu-rambu lalu lintas atau untuk memberitahu pemakai
jalan yang
tidak dinyatakan dengan rambu lalu lintas jalan. Marka lambang digunakan khusus untuk menyatakan tempat pemberhentian
mobil bus, untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Disamping digunakan juga untuk menyatakan
pemisahan arus lalu lintas sebelum mendekati persimpangan yang tanda
lambangnya berbentuk panah.

Gambar 6.
Marka
Lambang
Zebra
cross merupakan salah satu dari marka lainnya. Zebra cros
merupakan marka berupa garis-garis utuh yang membujur
tersusun melintang jalur lalu lintas. Marka ini berfungsi untuk penyeberangan pejalan kaki. Selain zebra cross, marka lainnya adalah paku jalan.
Marka ini dibedakan menjadi tiga yaitu paku jalan dengan pemantul
cahaya berwarna kuning digunakan untuk
pemisah jalur
atau lajur lalu lintas, paku jalan dengan pemantul cahaya berwarna
merah ditempatkan pada garis batas di sisi jalan
dan
paku jalan dengan pemantul berwarna putih
ditempatkan
pada garis batas sisi kanan jalan.
Penutup
Transportasi dan ekonomi memiliki hubungan yang erat, minimal pada
dua hal yaitu pergerakan orang dan atau barang dan level aksesibilitas. Oleh
karena itu, sistem transportasi harus diatur secara baik, terutama dalam hal ini tarif
yang terjangkau,
kondisi
kendaraan
yang nyaman
dan jangkauan
area
layanan yang
mengcover semua bagian kota atau daerah. Jika hal ini tidak terjadi,
maka tentu masyarakat akan berupaya menyediakan alat transportasi sendiri yang murah dengan mobilitas yang
tinggi seperti kendaraan roda dua, meskipun itu
beresiko
tinggi.
Kondisi tersebut tentu harus segera di atasi karena dapat merugikan negara
selain juga kerugian yang menyangkut produktivitas, waktu, kesehatan, dan biaya
sosial lainnya. Oleh karena
itu
pengenalan,
pemahaman
dan
ketaatan terhadap rambu lalu lintas, marka dan peraturan yang
berlaku menjadi hal yang sangat
penting. Dengan demikian maka
diharapkan dapat menekan tingginya angka
kecelakaan terutama
pada pengguna kendaraan
roda
dua.
Daftar Pustaka
Abubakar, Iskandar. 2010. Ekonomi Transportasi. Kamis, 22 Juli 2010.
http://ekonomitransportasi.blogspot.com/2010_07_01.html (diakses 20
Januari 2013).
Anonimous. 2012. Pembunuh Nomor 2.
Rabu 2 Januari 2012. http://Neraca.co.id
(diakses 20 Januari 2013).
Anonimous. 2010.
Sepeda
Motor, Sarana Transportasi Termurah. Rabu
17
Februari
2010. http ://kompas.com (diakses 20 Januari
2013).
Anton Hartono. 2012. Angkutan Umum di Jakarta Belum Aman Untuk Semua.
Anonimous. 2002. Definition
and Vision Of Sustainable Transportation.
Canada: The Centre for Sustainable Transport.
Anonimous. 2010. Fasilitas Transportasi. http://gis.surabaya.go.id/gis/info_fasilitas_transportasi.php (diakses
20
Januari 2012).
Departemen Perhubungan. 1993. KM No. 61 tahun 1993 tentang Rambu-Rambu
Lalu Lintas.
Departemen Perhubungan. 1993.
KM No. 62 tahun 1993 tentang alat pemberi
isyarat lalu lintas
Muliartha. 2012. 20-50 Persen Armada
Angkutan Umum Tak Layak Beroperasi.
VOA Indonesia. (diakses 20
Januari 2013).
Rudi S. 2007. Belajar
dan mengenal tanda gambar
rambu lalu lintas.
http://rudy052.wordpress.com (diakses
20 Januari 2012).
Susilo, Y.O., Joewono,
T.B., Santosa, W., and Parikesit,
D. 2007. A Reflection of
Motorization and Public Transport in Indonesia: Lessons learned from Jakarta
Metropolitan Area and future implications towards better
transportation development in developing countries. Journal of Eastern
Asia Society for Transportation Studies (EASTS). Vol. 7, pp. 299-314.
No comments:
Post a Comment